Senin, 31 Oktober 2011

Demi menutupi kehidupan dua cucunya yang ditinggal ayahnya, Mursih (75) warga Rt3/Rw13 Desa Panyadap Kec Colokan Jeruk Kab. Bandung rela menjual bahkan menggadaikan harta bendanya. Mursih sendiri hidup sebatang kara, jauh dari sanak saudara, untuk makan saja susah kalau tidak ada pemberian dari tetangga yang ikhlas melalui uluran tangan dari tetangganya.

“Saya punya tiga anak semuanya laki-laki. Anak pertama Nedi menikah tidak lama setelah menikah, ia meninggal dan yang kedua jauh dari tempat tinggal saya. Yang paling kecil, Syarif, setelah menikah dan mempunyai dua orang anak berusia 2 tahun dan kurang dari 2 tahun, ditinggalkan ayahnya,” kata Mursih, Rabu (22/6).

Semenjak usia 2 tahun, kedua cucunya tinggal bersamanya, hingga dewasa dan menikah. Dalam perjuangan membesarkan kedua cucunya, ia membutuhkan biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara, dirinya tidak punya pekerjaan atau usaha. Otomatis barang yang ada ia lelang, termasuk tanah yang ditempatinya kini.

Tanah seluas 7 tumbak,  ia jual separonya dan lama kelamaan sisa tanahnya habis karena sering minjem uang sama tetangga untuk menutupi biaya sehari-hari Rumah panggung (bilik) yang berukuran 3×4 pun kondisinya sudah keropos.

Kasih sayang yang diberikan pada kedua cucunya tersebut,  sama sekali tidak ada. Karena mereka jauh dan hidup sama susahnya. Kini dirinya tinggal sendirian dan hanya menunggu belas kasihan orang lain.

“Buat makan saja saya sulit paling tiap bulan cuman dapat 4 liter beras, saya sedih jauh dari keluarga jalan aja susah,”akunya sambil menangis.

Selama 15 tahun ditinggalkan suaminya menghadap Sang Ilahi, kini Mursih tinggal sendiri. Sementara numpang di tanah tetangganya yang masih mau membantunya.

Menurut Rina Marlina (34), tetangganya paling dekat, dengan kondisi yang sudah sangat memprihatinkan jauh dari keluarga. Kondisi Mursih saat ini yang kurang pendengaran juga penglihatan sangatlah miris.

“Saya kasihan melihat nenek Mursih, kalau lagi dirumah saya perhatikan, dan barusan saja saya kasih makan. Tadinya kami bersama Ketua RW sudah sepakat mau di panti sosialkan, namun neneknya menolak karena sudah betah disini, cuman apakah masih ada kepedulian dari dermawan atau pemerintah yang prihatin terhadap jompo yang tidak punya apa-apa,“ katanya.

Ketua RW13 Uro (60), mengaku hingga kini belum mendapatkan bantuan dari siapapun termasuk pemerintah untuk penyandang jompo, kecuali dari tetangga dekat itu juga untuk makan saja.

“Kalau saya hanya RW tidak punya dana untuk itu, kecuali bantuan untuk makan saya jatahkan 4 liter dari raskin, sementara dari pihak desa juga tidak ada bantuan,” ungkapnya.

Dirinya selaku pemerintah setempat mengharapkan ada perhatian buat warganya, baik dari pemerintah desa maupun kabupaten.

Sementara itu, Iyan Sopian ( 30), mengaku sempat mau membawa ke panti jompo, namun Mursih menolak karena mursih mengaku merasa dibuang oleh tetangganya sendiri. Dan tetangga pun tidak bisa memaksa, akhirnya tetap dibiarkan tinggal bersama.

“Namun kami mengharapkan pemerintah peduli terhadap jompo, apalagi warga tidak mampu,” pintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar